SJO PURWAKARTA. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit (RS) Amira Purwakarta dikeluhkan salah seorang pasiennya. Hal ini disampaikan Andina Veradicka Kawilarang, warga Sindangkasih Kecamatan Purwakarta, yang mengaku mendapatkan pelayanan kurang baik saat mengantarkan adiknya yang bernama Tiara Rahayu Lestari untuk berobat ke RS tersebut.
Andina menuturkan kejadian yang tak mengenakkan tersebut, Minggu (4/12).
"Kejadiannya Jumat (2/12) sore. Waktu itu saya datang ke RS Amira, karena banyak masukan dari rekan bila dokter dan pelayanan di sana sangat bagus. Kemudian saya bermaksud berobat ke poli penyakit dalam dengan menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan dari perusahaan. Harapan besar saya untuk menyembuhkan sakit yang diderita oleh adik saya pun sangat besar di sana karena cerita baik itu." Ujar Andina.
Dirinya dan sang adik tiba di RS Amira tepat pada Pukul 17.00 WIB.
"Saya membawa adik saya yang dalam kondisi sudah sangat sulit berjalan, saya mendaftar dengan fasilitas BPJS Kesehatan mendapatkan nomor antrean 33." Kata Andina.
Seraya menunggu nomor antrean yang cukup panjang dan memakan waktu lama, Andina dan adiknya menunggu dengan sabar di mushola RS Amira.
"Akhirnya pada Pukul 20.00 WIB adik saya baru dapat diperiksa oleh dokter spesialis. Setelah diperiksa, dokter memberikan penjelasan bahwa adik saya harus di rawat. Akhirnya saya setuju dan memutuskan untuk dirawat." Ujarnya.
Kemudian, sambung Andina, di Poliklinik RS tersebut, adik saya dilakukan tindakan untuk diinfus.
"Saya sangat kaget dan hampir tidak percaya karena pelayanan yang diberikan oleh perawat di RS tersebut dalam melakukan infus sangat kasar. Tangan adik saya diperlakukan dengan kasar, bahkan sampai dibanting." Kata Andina kesal.
Setelah itu, kata dia, adiknya dipindahkan ke ruang perawatan setelah dijelaskan di pendaftaran rawat inap adiknya harus masuk ke ruang perawatan isolasi dan ditempatkan di ruang perawatan kelas 3, walau pun hak kelas perawatannya kelas 2.
"Kami tidak mempermasalahkan dengan pengaturan tersebut, namun yang saya heran setelah masuk ruangan perawatan di kelas 3 yang katanya isolasi, ternyata pasien yang ada di kelas 3 itu juga bukan pasien dengan kondisi penyakit yang sama dengan adik saya. Karena seharusnya ruang isolasi khusus penyakit menular dengan diagnosa yang sama." Ujarnya.
Dari situ Andina merasa ada yang janggal dengan pelayanannya, ditambah lagi di ruang perawatan tersebut dirinya juga tidak diberikan fasilitas sebagaimana mestinya.
"Misalnya tidak diberikan bantal tidur dan kursi tunggu seperti pasien umum lainnya. Apa ini karena kami menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan?...." Kata Andina.
Akhirnya, kata Andina, pihaknya memutuskan untuk pulang paksa karena tidak tega melihat kondisi adiknya mendapat pelayanan seperti itu.
"Saya semakin kaget dan kecewa karena pada saat minta pulang paksa, kami harus membayarkan semua biaya rumah sakit. Karena menurut pihak RS semua biaya tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan dan adik saya harus menjadi pasien umum." Ujarnya mengisahkan.
Namun saat hendak membayar, kata dia, buru-buru petugas RS tersebut meralatnya.
"Petugas di sana bilang, setelah dikonfirmasi lagi biaya pelayanan kesehatan adik saya ditanggung BPJS Kesehatan. Sungguh membingungkan." Kata Andina.
Dirinya pun mohon masukan dari BPJS Kesehatan terkait benar tidakya prosedur seperti itu.
"Semoga ini tidak terjadi pada pasien pasien yang lain." Ucapnya.(DeR)