Portal Berita Internasional ~ Washington DC - Bentrokan terjadi di luar Kedutaan Besar Turki yang ada di Washington DC, saat Presiden Recep Tayyip Erdogan berkunjung ke Amerika Serikat (AS). Sedikitnya 9 orang luka-luka dalam bentrokan antara demonstran dengan pendukung Erdogan itu.
Seperti dilansir CNN, Rabu (17/5/2017), puluhan demonstran berkumpul di luar Kedubes Turki beberapa jam usai Erdogan bertemu Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih pada Selasa (16/5) waktu setempat. Pertemuan itu merupakan yang pertama antara Trump dan Erdogan.
"Kami memprotes kebijakannya (Erdogan) di Turki, Suriah, dan Irak," ujar salah satu demonstran bernama Flint Arthur dari Baltimore, Maryland.
Tidak jauh dari demonstran itu, para pendukung Erdogan juga menggelar aksi dengan menyerukan slogan dukungan untuk Presiden Turki itu. Mereka membawa bendera Turki dan meneriaki para demonstran anti-Erdogan. Kedua kelompok massa ini dipisahkan oleh garis polisi dan barikade kepolisian setempat. Aksi ini berlangsung di Taman Lafayette, dekat Gedung Putih.
Arthur menuding, para pendukung Erdogan melanggar garis polisi dan menyerang para demonstran. Penyerangan, sebut Arthur, terjadi sedikitnya pada tiga kesempatan berbeda. Sebuah video amatir yang diunggah ke jejaring sosial Facebook menunjukkan kekacauan saat aksi kekerasan terjadi. Beberapa demonstran terlihat berlumuran darah di bagian wajah.
"Mereka pikir mereka melakukan penindasan yang sama terhadap unjuk rasa dan kebebasan berbicara seperti yang mereka lakukan di Turki. Mereka menghentikan kami selama beberapa menit ... tapi kami masih tetap tinggal dan terus memprotes rezim tiran Erdogan," sebut Arthur.
Para korban luka dilarikan ke George Washington University Hospital untuk mendapatkan perawatan medis lebih lanjut.
Insiden ini terjadi saat Trump menyambut hangat Erdogan di Gedung Putih. "Kita memiliki hubungan yang baik dan akan menjadikannya lebih baik. Kami menantikan diskusi yang solid dan sangat kuat," ucap Trump yang didampingi Erdogan saat menemui wartawan di Ruang Oval.
Pertemuan ini digelar saat hubungan kedua negara diwarnai ketegangan setelah AS menolak mengekstradisi ulama ternama Fethullah Gulen yang kini tinggal di Pennsylvania, AS. Turki meyakini Gulen mendalangi upaya kudeta yang digagalkan pada Juli 2016. Gulen telah berulang kali membantah tudingan itu.
Selain soal Gulen, AS dan Turki juga tegang terkait keputusan Trump untuk mempersenjatai milisi Kurdi yang membantu koalisi AS melawan kelompok radikal Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di Suriah. Turki memandang milisi Kurdi sebagai perpanjangan Kurdistan Workers Party (PKK) yang dikategorikan sebagai organisasi teroris di Turki, AS dan Eropa.