![]() |
Terdakwa dan Korban Akhirnya Berdamai di Pengadilan |
Jakarta, Info Breaking News - Pengusaha petikemas yang sempat sukses dan kini dijadikan terdakwa di Pengadilan Jakarta Utara, Hiendra Soenjoto saat ini mendambakan keadilan. Terlebih terdakwa sudah berdamai dengan menandatangani surat perdamaian yang intinya tidak akan saling menuntut dengan Azwar Umar (korban).
Hiendra merasa telah dikriminalisasi, dengan penuh konspirasi. Hakim sebagai benteng terkahir bagi pencari keadilan diharapkan dapat memutus perkaranya dengan seadil-adilnya, sesuai fakta-fakta persidangan dan norma-norma hukum yang berlaku sebagai dasar pertimbangan dalam menjatuhkan putusannya.
Demikianlah pledoi (pembelaan) yang dibacakan kuasa hukumnnya Y. W. Mere, SH, Ramahdi Adi Lesmana SH dan Aristo Yanuarius Seda SH dari Kantor Advokat SH & R di PN Jakarta Utara, Selasa (13/2).
Dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Ramses Pasaribu SH, Ramahdi mengatakan, bahwa pasal yang didakwakan JPU terhadap Hiendra hanya didasarkan asumsi belaka. Karena tidak mengurai serta tidak menjelaskan tentang bukti dan kesalahan terdakwa berdasarkan alat-alat bukti yang diatur undang-undang.
"Bahwa terdakwa Hiendra Soenjoto berdasarkan alat bukti yang sah, tidak terbukti bersalah sesuai dakwaan Primer Pasal 264 ayat (1), dakwaan Subsider Pasal 266 ayat (1), dan dakwaan lebih subsider Pasal 263 ayat (1) KUHP," ujar Lesmana.
Lebih lanjut Aristo Seda menjelaskan bahwa dakwaan kepada terdakwa Hiendra Soenjoto membuat Akta No.116 tanggal 25 Juni 2014 tentang Risalah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa(RUPS-LB) PT. Multicon Indrajaya Terminal (MIT) dihadapan Notaris Zainuddin, SH dalam dakwaan Primair, Subsidaer dan juga dakwaan lebih subsidaer.
"Bahwa terdakwa yang diberhentikan sebagai Direktur Utama PT. Multigroup Logistig Company (MLC) membuat Akta No.116 tanggal 25 Juni 2014 tentang Risalah RUPS-LB PT. MIT dihadapan Notaris Zainuddin, SH dimana isi akta tersebut tidak benar atau tidak sesuai fakta," ungkapnya.
Terkait dengan adanya kerja sama dengan Angkatan Laut, Aristo menjelaskan bahwa dari uraian pembuatan materil dalam dakwaan tersebut didakwa sebagai orang yang membuat Akte, dapat disimpulkan terdakwa Hiendra Soenjoto yang membuat No.116 tanggal 25 Juli 2014. Padahal jelas diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata.
"Sesuai dengan undang-undang bahwa dakwaan JPU terhadap terdakwa Hiendra terkait pebuatan Akta No.116 tanggal 25 Juli 2014 adalah "Error in Persona", ucapnya.
Bahwa Hiendra Soenjoto diangkat menjadi Dirut PT. MLC berdasarkan Akta No.18 tanggal 11 Nopember 2013 tentang Keputusan Rapat PT. MLC, dan ternyata terdakwa Hiendra Soenjoto telah diberhentikan sebagai Dirut PT. MLC berdasarkan AKta No.5 tanggal 12 Juni 2014 tentang pernyataan keputusan Rapat PT. MLC tanpa adanya pemberitahuan kepada terdakwa.
Setelah terdakwa Hiendra mengetahui pemecatan itu, terdakwa Hiendra mengajukan gugatan terhadap Akta No.4 dan Akta No.5 tanggal 12 Juni 2014 itu, yang sampai saat ini proses gugatan masih tahap kasasi, sehingga secara yuridis belum diperoleh kepastian hukum tentang pemberhetian terdakwa selaku Dirut PT. MLC.
Sedangkan terkait dengan adanya penambahan modal Rp.3 triliun dari PT. Untras Nusa Jaya ke PT. Multgroup Logistig Indonesia (MLI), menurut Penasehat hukumnya yang berupa "IMBRENG" dalam dakwaan JPU, itu tidak benar. "Yang benar bahwa penambahan modal itu dimasukkan terdakwa ke PT. MIT," jelasnya.
Oleh sebab itu, tegas Aristo, bahwa dakwaan JPU yang menyebutkan bahwa PT. Unitras Nusa Jaya telah menyetor penambahan modal secara"IMBRENG" ke PT. MLI adalah hasil ilusi belaka, karena perusahaan PT. MLI tidak dikenal atau tidak ada dalam kelompok usaha Multigroup.
Selain itu tentang kerjasama dengan Angkatan Laut. Sebagaimana yang tercantum dalam Akta No.116 tanggal 25 Juni 2014 Risalah RUPS-LB PT. MIT, karena surat perjanjian antara PT. MIT dengan Angkatan Laut adanya tanggal 29 Desember 2014, terbantah pula dengan keterangaahli hukum perusahaan Dr. Gunawan Wijaya, SH, MH, M.B.A dalam persidangan.
Ahli mengatakan bahwa keberadaan perjanjian kerjasama antara PT. MIT dengan TNI-AL tanggal 29 Desember 2014 sifatnya hanya memformalisasikan kesepakatan yang sudah terjadi sebelumnya yang tertuang dalam surat No.B/398/V/2014 tanggal 9 Mei 2014 perihal Penyedia Jasa Pemanfaatan Tanah TNI-AL yang ditujukan kepada PT.MIT.
Analisa yuridis
"Sesuai dengan analisa fakta, maka kami melakukan kajian yuridis dengan focus membuktikan bahwa perbuatan yang didakwakan terhadap terdakwa Hiendra Soenjoto pada dakwaan Primer Pasal 264 ayat (1), dakwaan Subsider Pasal 266 ayat (1), dan dakwaan lebih subsider Pasal 263 ayat (1) KUHP, tidaklah terbukti," pungkas Lesmana.
Sebelumnya Hiendra dituntut enam bulan penjara oleh Jaksa Penuntut umum. akan tetapi sepekan sebebelum tuntutan, dua pengusaha yang bersiteru mantan Dirut PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Heindra Soenjoto dan rekan bisnisnya Azar Umar berakhir dengan damai dalam persidangan (30/01/2018) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. *** Dewi