Catatan 5:am_Photography Sepenggal kisah menyusuri keberadaan Paok Pancawarna di Probolinggo

Oleh : tim 5:am_Photography
 5:am_Photography

PAITON,Jurnal Warga Probolinggo - Akhirnya kami 5:am_Photography berhasil menemukan mereka di sebuah kawasan hutan milik swasta yang terisolir dan terjaga dari akses bebas manusia, tepatnya disisi selatan kawasan PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) unit 1 dan 2 desa Bhinor kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo.


//

Kawasan hutan pada komplek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton ini berada tepat di sebelah utara gunung Lurus dan memiliki karakter berbukit serta bersemak-semak. Areal hutan dengan luasan puluhan hektar ini dulunya merupakan satu kesatuan wilayah Perhutani Probolinggo, dan merupakan wilayah pengembangan hutan produktif pohon Kesambi (Schleicera oleosa) sejak tahun 1980 sampai 1995.

Adanya Kearifan lokal setempat serta larangan akses teritorial ditambah sepak terjang komunitas lokal bernama Pelindung Rimba dan Satwa Liar (Perisai) dan Bhinor Green comunity (BGC), praktis cukup berperan penting dalam melindungi keberadaan satwa liar didalamnya dari ulah nakal pihak-pihak yang membahayakan satwa liar tersebut.

Di suatu kesempatan, bersama komunitas ini akhirnya memungkinkan kami untuk bisa mengakses kawasan hutan tersebut dengan leluasa. Pasalnya sudah ada MOU antara mereka dan pihak PT PJB dalam kegiatan Community Development untuk giat konservasi lingkungan dan keanekaragaman hayati (kehati). Dimana sebelumnya kami pernah masuk tanpa ijin memanfaatkan jalur di luar pagar pembatas sisi barat, namun kami belum cukup beruntung pada saat itu.

Motivasi kami saat itu adalah ingin mengamati sekaligus mendokumentasikan keberadaan salah satu burung langka Indonesia yang penyebarannya hanya terbatas Jawa dan Bali itu. Sholehudin salah satu anggota 5:am_Photography sebelumnya pernah mendengar suaranya yang khas bahkan pernah berjumpa langsung ketika ia sedang beraktifitas bekerja di situ. Karena tidak ada alat dokumentasi yang mencukupi, momen tersebut pun akhirnya hanya terekam di memori nya saja.
Akhirnya keberuntungan kembali berpihak kepada kami. Awalnya tidak menyangka burung endemik Indonesia bernama umum Javan banded pitta (Latin : Hydrornis guajanus) dengan nama lokal Paok Pancawarna ini bisa eksis di lokasi terbatas tersebut. Mengingat jenis hutan yang menaunginya adalah jenis hutan homogen yaitu 80% didominasi oleh pohon kesambi, rerumputan serta semak belukar pada bagian lantainya.
Tidak seperti pada kawasan hutan daerah lain yang sudah kesohor dan selama ini juga di ketahui menjadi habitat burung Paok Pancawarna, seperti Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) Banyuwangi,Taman Nasional Baluran (TNB) Situbondo, Taman Nasional Bali Barat (TNBB) dan Hutan di daerah Pekalongan yang mana semua hutan tersebut adalah hutan primer dengan pohon-pohon raksasa yang menjulang tinggi dan merupakan rumah bagi spesies-spesies tumbuhan dan hewan langka.

Menurut berbagai sumber, Burung Paok Pancawarna ini memiliki habitat di hutan primer, hutan sekunder tertutup, tersebar sampai ketinggian 1.500 mdpl. Merupakan jenis burung pemakan semut, kecoa, kumbang, siput, cacing, rayap, ulat sehingga kebiasaannya selalu berada di bawah vegetasi dalam mencari makan.
Menurut kami hal itu benar adanya, berdasarkan pengalaman kami beberapa waktu yang lalu, burung ini cenderung memilih untuk bersembunyi di balik rimbunnya semak belukar. Jadi lebih sering suaranya saja yang terdengar, oleh sebab itu kami harus menunduk bahkan tiarap untuk mencari keberadaanya di bawah dan diantara rapatnya rerumputan dan semak-semak.

Tubuh berwarna keemasan bergaris-garis, kepala hitam dengan alis lebar kuning mencolok yang khas. Punggung dan sayap coklat dengan garis sayap putih, ekor biru, dan dagu putih. Dada dan sisi lambung bergaris-garis hitam dan kuning.
Iris coklat, paruh dan kaki hitam. Semua ciri khas yang dimilikinya itu seperti berpadu dengan alamnya sehingga cukup menyulitkan kami mencari keberadaanya meskipun suaranya sudah sangat dekat di depan kami.

Kurang lebih lima jam kami menyusuri sebagian kecil dari kawasan itu, kami berasumsi sedikitnya ada 6 (enam) ekor yang telah kami jumpai. Kami hitung ada 4 (empat) titik lokasi perjumpaan saat itu namun hanya berhasil mendokumentasikannya di tiga lokasi saja. Pada lokasi pertama dan keempat hanya 1 ekor, sedangkan di lokasi kedua dan ketiga kami mendapati mereka dua ekor (bisa jadi berpasangan), terlihat dari suaranya yang bersahut-sahutan.
Secara Internasional status konservasi keberadaan Pitta Guajana sampai tahun 2012 menurut Daftar merah IUCN menyatakan Resiko Rendah (LC/Least Concern) dan selanjutnya belum terdata lagi. Meskipun dinyatakan berstatus LC namun senyampang pengalaman kami saat berkunjung ke kawasan Taman Nasional disekitar kami, keberadaanya cukup sulit ditemukan.


//

Pitta Guajana adalah salah satu dari kekakayan Kehati di kawasan hutan sekitar desa Bhinor ini. Oleh sebab itu kami menginginkan ada kesempatan lagi untuk bisa mendokumentasikan satwa liar lain didalamnya. Selain itu meskipun reputasi PT PJB telah memiliki kinerja pengelolaan lingkungan yang baik namun kami juga berharap ada upaya lebih dari pihak PT PJB dalam pengelolaan lingkungan lainnya khususnya untuk perlindungan dan pelestarian satwa liar. (dra)

BACA :

//

Subscribe to receive free email updates: