![]() |
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Utara Robert Tacoy |
Jakarta, Info Breaking News – Ungkapan hukum tumpul ke atas tajam ke bawah bukan hanya istilah atau hisapan jempol belaka, namun sangatlah nyata dan memang benar adanya.
Hal tersebut terbukti di Pengadilan Jakarta Utara saat pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Utara Fedrik Adhar, S.H., M.H. terhadap terdakwa Gunarko Papan, seorang pengusaha dan Bowo Setiawan.
Terdakwa Gunarko Papan adalah pengusaha pemilik pabrik kertas yang didakwa dan dijerat dengan pasal 127 Undang-Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan dituntut hanya 18 bulan atau 1,6 tahun penjara padahal barang bukti narkotika yang dimilikinya berjumlah sebanyak 4,60 gram. Sedangkan terdakwa Bowo yang memiliki hanya 0,28 gram shabu dituntut 4,5 tahun penjara.
Gunarko ditangkap petugas kepolisian saat mengonsumsi shabu di sebuah hotel di kawasan Sunter, Jakarta Utara, Sabtu (7/4/2018). Saat ditangkap, polisi berhasil menyita sejumlah barang bukti yaitu narkotika jenis shabu dengan berat bruto 4,60 gram, alat hisap sabu, korek, dan ponsel dengan seorang wanita. Namun wanita tersebut tidak dibawa ke pengadilan, bahkan tidak dijadikan sebagai saksi sekalipun.
Menanggapi adanya diskriminasi yang dilakukan oleh jaksa, sejumlah terdakwa penyalahgunaan narkotika mempertanyakan tuntutan JPU terhadap pengusaha Gunarko Papan.
"Jaksa telah bertindak melebihi pembela dalam tuntutannya. Teman-teman yang kedapatan memiliki shabu seberat nol koma sekian gram saja sering dituntut di atas empat tahun, karena terbukti melanggar pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Bahkan banyak juga yang sampai tujuh tahun hanya karena kepemilikan narkotika nol koma sekian gram. Ada dugaan jual beli perkara antara jaksa dengan terdakwa Gunarko," ujar seorang terdakwa kasus narkotika di PN Jakarta Utara, Senin (22/10/2018).
Para terdakwa yang merasa menjadi korban diskriminasi yang dilakukan oleh jaksa meminta pimpinan kejaksaan di Kejari Jakarta Utara, Kejati DKI Jakarta, Kejaksaan Agung, termasuk juga Komjak agar mengusut adanya dugaan jual beli perkara atau yang biasa dibilang sogok-menyogok dalam kasus tuntutan super rendah tersebut.
"Jaksa tidak pernah menuntut di bawah empat tahun walau barang buktinya nol-nol koma," ujar terdakwa yang mengaku kedapatan memiliki shabu 0,26 gram tetapi dituntut 4,5 tahun penjara.
Terdakwa Bowo Setiawan bin Aji Suwito yang memiliki shabu 0,24 gram juga iri dengan Gunarko Papan karena meski sama-sama disidangkan di PN Jakarta Utara dan penuntutnya dari Kejari Jakarta Utara, Bowo dituntut 6 tahun penjara tambah denda Rp 800 juta subsider 6 bulan kurungan. Menurut JPU Tri Rahmayanti, terdakwa yang hanya pemilik 0,24 gram shabu itu terbukti melanggar pasal 112 ayat (1) UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Dalam tuntutan JPU Fedrik Adhar terhadap Gunarko Papan disebutkan terdakwa terbukti melanggar pasal 127 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Lazimnya tuntutan jaksa dibawah 4 tahun dengan pasal 127 akan berakhir dengan rehabilitasi.
Menanggapi hal itu, Ketua Majelis Hakim Sutedjo Bomantoro, S.H., M.H. menyatakan pihaknya belum tentu sependapat dengan JPU Fedrik Adhar.
JPU Fedrik Adhar yang dikenal sebagai jaksa "langganan" perkara bagus mengatakan tuntutan terhadap Gunarko Papan diberikan berdasarkan hasil assessment (penilaian) yang diterima Badan Narkotika Kabupaten (BNNK) dan Natura Addiction Center.
"Pertimbangannya kenapa Pasal 127 karena memang penyalahgunaan narkoba, Ada hasil assessment dari BNK dan Natura Addiction Center," ujar Fedrik.
Saat akan dikonfirmasi awak media via selulernya terkait perkara tersebut Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Utara Robert Tacoy, S.H., M.H. dan Kasi Pidum Dikky, S.H., M.H. tidak merespon. ***Philipus