![]() |
Cianjur, Info Breaking News – Cuaca buruk, musim paceklik serta wabah Covid-19 yang tak kunjung selesai menyebabkan sebagian besar nelayan di Pantai Jayanti, Kecamatan Cidaun, Cianjur, Jawa Barat terpaksa harus berhenti melaut.
Ketua Kelompok Nelayan Minacempaka 1, Jojon Mulyana mengaku setidaknya ada 700 anggota yang dalam dua bulan terakhir tidak lagi melaut. Sebagian besar mendaratkan perahunya agar tidak rusak dihantam gelombang yang tinggi sejak beberapa pekan terakhir.
"Sekarang yang melaut paling banyak 20 orang, itupun hasilnya hanya cukup untuk menutupi kebutuhan rumah tangga selama beberapa hari. Saat ini musim paceklik ikan ditambah corona, sehingga nelayan tidak dapat beraktivitas normal," katanya.
Demi bertahan hidup, banyak dari mereka yang terpaksa harus berutang dengan harapan paceklik segera usai dan corona hilang. Sedangkan belasan orang di antaranya ada yang bekerja sebagai buruh serabutan. Semuanya demi dapat membeli beras dan lauk seadanya guna berbuka dan sahur anggota keluarganya.
Meskipun masih ada yang melaut, lanjut Jojon, tidak sampai ke tengah dengan harapan dapat membawa hasil yang cukup untuk menutupi operasional dan sisanya untuk dibawa ke rumah. Bahkan tidak jarang nelayan hanya mengandalkan tangkapan untuk dikonsumsi selama bulan puasa.
Jojon menyebut meski harga ikan relatif cukup tinggi di pelelangan ikan, namun hal itu tidak dapat terpenuhi oleh nelayan yang masih melaut selama beberapa hari, untuk ikan jenis tongkol dijual Rp 40.000 per kilogram, tuna dijual dengan harga Rp 55.000 per kilogram dan lobster dijual dengan harga bervariatif mulai Rp 25.000 sampai Rp 150.000 per kilogram.
"Tapi hasil tangkapan tidak maksimal, untuk lobster mungkin sedang dalam masa pembibitan jadi susah didapat dan harganya mahal. Mereka yang melaut paling banyak mendapat tuna dan tongkol yang harganya tidak stabil. Harapan kami paceklik dan corona segera usai, agar nelayan dapat beraktivitas normal," ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Adil (35), seorang nelayan pinggiran yang terpaksa banting stir menjadi tukang service jaring dan pukat yang dipakai nelayan untuk melaut, meskipun tidak setiap hari mendapat orderan. Untuk biaya hidup sehari-hari, dia mengaku mengandalkan utangan ke tetangga atau saudara dengan harapan sebelum Lebaran sudah terbayar.
"Menjadi nelayan pinggiran atau menjala di pinggir pantai, sudah tidak menjanjikan mendapat hasil maksimal. Paling sehari-hari mencari orderan perbaikan jaring dan pukat yang rusak, lumayan kalau ada bisa bawa uang sampai Rp 100.000. Kalau tidak ada terpaksa cari utangan," katanya. ***Buce Dominique