Maraknya Budaya Membelot dalam Pilkada


Maraknya Budaya Membelot dalam Pilkada

Berita Islam 24H - Kesetiaan bukan barang murah di jagat politik Indonesia. Ketaatan kepada otoritas tak semudah mengucap janji untuk sumpah setia saat pelantikan, baik sebagai anggota maupun pengurus partai.

Pembelotan kader dalam pemilihan kepala daerah tak hanya melanda partai kecil atau menengah, tapi partai besar sekalipun. Bahkan, partai yang dikenal dengan ideologinya yang khas dan perkaderan berjenjang yang selektif pun tak luput dari pembelotan.

Tidak tahu, apakah di antara para pembelot itu ada yang sengaja melawan kebijakan partai untuk menunjukkan kepada publik bahwa tak hanya rakyat/pemilih saja yang bisa dikhianati, tetapi siapa pun—termasuk pimpinan partai—yang juga bisa ditelikung oleh seorang politikus. Negarawan Prancis Charles de Gaulle (1890-1970) pernah mengakui, "Politik membutuhkan pengkhianatan, kepada negara atau pemilih. Saya lebih suka mengkhianati pemilih."

Pembelotan di tubuh PDIP

Tak disangka, kader senior PDIP di DKI Jakarta Boy Sadikin harus mengundurkan diri karena menolak keputusan partainya mendukung pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat di Pilkada DKI yang lagi panas-panasya. Putra gubernur legendaris Ali Sadikin itu sudah membangun jaringan politiknya di DKI Jakarta sejak 1999, ketika PDI-P pertama dibentuk.

Mantan Ketua DPD PDI-P DKI Jakarta itu menyerahkan surat pengunduran diri kepada DPD dan DPP PDI-P pada Kamis (22/9/2016) lalu.

Boy mengekspresikan perlawanannya dengan menyeberang ke kubu sebelah dengan mendukung Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Padahal, Pada Pilkada DKI Jakarta 2012, Boy menjadi tim sukses pasangan Jokowi-Ahok.

Boy sempat digadang-gadang menjadi wakil Ahok saat Jokowi terpilih presiden pada 2014. Namun, kegagalan menjadi wakil gubernur ditebus dengan kemenangan dalam Pemilihan Ketua DPD PDI-P DKI Jakarta periode 2015-2020, mengalahkan keponakan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, yaitu Puti Guntur Soekarnoputri.

Geger di tubuh Golkar

Gara-gara Pilkada, lebih dari 100 kader Partai Golkar DKI Jakarta diklaim membangkang dari keputusan tertinggi partai terkait dukungan kepada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Siapa saja dari mereka belum terkonfirmasi. Namun, kabar itu diperoleh media dari politikus muda Partai Golkar, Sirajuddin Abdul Wahab.

"Kader lebih banyak yang tidak setuju Ahok. Kalau bincang-bincang banyak banget yang dukung Agus. Lebih dari 100 orang di DPD Jakarta," ujarnya kepada wartawan di MidTown, Tulodong Atas, Jakarta, Senin (26/9).

Bahkan, ia mengetahui bahwa sebagian besar dari mereka yang menolak juga telah menyatakan dukungan kepada bakal calon Gubernur yang diusung Partai Demokrat, PPP, PKB dan PAN, yaitu Agus Harimurti Yudhoyono.

Duo kader senior Partai Demokrat

Partai besutan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini harus menerima kenyataan jika dua kader pentingnya membangkang keputusan partai. Ketua DPP Partai Demokrat itu menyesalkan langkah partainya yang memilih Agus Harimurti Yudhoyono sebagai bakal calon gubernur.

Ruhut meyakini hanya pasangan Ahok-Djarot yang akan memenangkan pertarungan. Tak mengundurkan diri, Ruhut siap dipecat dari Partai Demokrat.

Selain Ruhut, Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hayono Isman juga membelot gara-gara Pilkada. Menteri pemuda dan olahraga di era Orde Baru ini pun menyatakan dukungannya kepada pasangan petahana Ahok-Djarot.

Menurut Hayono, Ahok-Djarot merupakan pasangan harmonis yang mencalonkan diri kembali bukan untuk memperebutkan kekuasaan. Ia menganggap Ahok-Djarot ingin terus berprestasi dan melayani masyarakat Jakarta.

Sama seperti Ruhut, Hayono juga mengaku siap dipecat dari partai politik berlambang bintang tersebut.

Pembangkangan di partai lain

Sebelum PDI-P dan Partai Demokrat, Partai Hanura telah memberhentikan tiga orang kadernya karena menolak mendukung Ahok pada Pilkada DKI Jakarta 2017.

Tiga kader yang dipecat adalah Guntur dari posisi Ketua DPC Hanura Jakarta Timur, Rahmat HS dan Bustami, dari keanggotaan DPD Hanura DKI Jakarta.

Selain Hanura, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga pernah dilanda pembelotan kader saat Pilkada. Sejumlah petinggi DPC dan pimpinan anak cabang PKB di Kota Banda Aceh secara pribadi "membelot" dan menyatakan dukungannya kepada pasangan Illiza Sa'aduddin Djamal-Farid Nyak Umar sebagai calon Walikota dan Wakil Walikota Banda Aceh.

Padahal, di saat yang sama DPC PKB Kota Banda Aceh, sudah resmi berkoalisi dengan partai nasional lainnya untuk mengusung pasangan Aminullah dan Kechik Zainal sebagai calon Walikota dan Wakil Walikota Banda Aceh.

"Dengan tegas, kami menyatakan tidak mendukung kepada pencalonan pasangan Aminullah dan Kechik Zainal sebagai calon Walikota dan Wakil Walikota Banda Aceh yang didukung PKB," kata Nizamuddin yang masih mengaku sebagai Ketua DPC PKB Kota Banda Aceh kepada media setempat, Sabtu (24/9/2016).

PKS yang dikenal dengan kadernya yang super taat juga tak luput dari pembelotan. Marjono dan Arinal, mantan calon legislatif (Caleg) dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kabupaten Luwu Utara (Lutra) menyatakan mendukung pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati, Indah Putri Indriani dan Thahar Rum (Pintar) pada Pilkada Lutra, 9 Desember 2015.

Kedua kader ini membelot karena secara bersamaan Ketua PKS Lutra Andi Abdullah Rahim maju sebagai calon wakil Bupati Lutra berpasangan dengan Arifin Junaidi.

Kepada media setempat, Marjono mengatakan sebelum mengambil keputusan untuk mendukung pasangan Pintar, dirinya terlebih dahulu mengkomunikasikan hal tersebut dengan sekitar 800 orang pendukung setianya di Pileg lalu dan secara bersama-sama berjuang demi perubahan Lutra yang lebih baik. [beritaislam24h.com / rnc]

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :